Tikus sawah merupakan hama penting tanaman padi yang tiap tahun
serangannya lebih dari 17 % dari total luas arel padi. Hal ini
disebabkan karena pengendalian hama tikus oleh petani selalu terlambat
karena mereka mengendalikan setelah terjadi serangan dan kurangnya
monitoring oleh petani.
Pemahaman petani mengenai informasi aspek dinamika populasi tikus, yang menjadi dasar dalam pengendalian juga masih kurang.
Kecenderungan petani masih kurang peduli dalam menyediakan sarana
pengendalian tikus, organisasi pengendalian yang masih lemah, dan
pelaksanaan pengendalian yang tidak berkelanjutan dapat mengakibatkan
meningkatnya hama tikus sawah.
Tidak kalah penting adalah masih banyak petani yang mempunyai ”persepsi
mistis”. Di lingkungan masyarakat Jawa, biasanya bila petani melihat
tikus, tidak boleh menyebut tikus tetapi disebutnya ”den bagus”.
Padahal, pada hakekatnya hal tersebut dapat menghambat dalam usaha
pengendalian tikus itu sendiri.
Melihat kondisi di atas, maka perlu Pengendalian Hama Tikus Terpadu
(PHTT). Strategi PHTT dilaksanakan berdasarkan pemahaman ekologi tikus,
dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus (berkelanjutan) dengan
memanfaatkan berbagai teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat
waktu. Disamping itu kegiatan pengendalian diprioritaskan pada waktu
sebelum tanam (pengenalian dini), untuk menurunkan populasi tikus
serendah mungkin sebelum terjadi perkembangbiakan tikus yang cepat pada
stadium generataif padi; dan pelaksanaan pengenalian dilkukan olehpetani
secara bersama-sama (berkelompok) dan terkoordinasi dalam cakupan skala
luas (hamparan).
Setidaknya ada sembilan cara pengendalian hama tikus sawah:
1. Tanam dan panen serempak. Dalam satu hamparan, diusahakan selisih
waktu tanam dan panen tidak lebih dari 2 minggu. Hal tersebut untuk
membatasi tersedianya pakan padi generatif, sehingga tidak terjadi
perkembangbiakan tikus yang terus menerus.
2. Sanitasi habitat. Dilakukan selama musim tanam padi, yaitu dengan
cara membersihkan gulma dan semak-semak pada habitatutama tikus yang
meliputi tanggul irigasi, jalan sawah, batas perkampungan, pematang,
parit, saluran irigasi, dll. Juga dilakukan minimalisasi ukuran pematang
(tinggi dan lebat pematang) kurang 30 cm agar tidak digunakan sebagai
tempat bersarang.